Di Indonesia banyak
seseorang yang sukses dan telah menjadi sosok motivator untuk semua orang ,
dari mulai pengusaha sukses, dan lain-lain. dari sekian motivator yang terkenal
hanya satu motivator yang selalu saya banggakan,. Yaitu ayah saya, tetapi untuk
membicarakan sebuah perjuangan hidup ayah saya, dan bagaimana cerita hidupnya
yang dapat menjadi inspirasi untuk saya dalam menjalankan hidup ini, saya telah
menuliskannya di salah satu artikel saya sebelumnya. kali ini saya akan
menceritakan tentang salah satu motivator yang berasal dari Indonesia yang
telah sukses menjadi seseorang yang di kenal oleh banyak orang, bahkan terkenal
di Internasional. Sebut saja namanya Houtman Zainal Arifin, kisah seorang
pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian menjadi Vice President
Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena Presiden
Direktur Citibank sendiri berada di USA. Artikel ini saya kutip dari salah satu
artikel yang pernah saya baca yang telah menginspirasi saya, dan mudah-mudahan
dapat menginspirasi Anda.
Begnilah
ceritanya, sekitar tahun 60-an Houtman telah memulai karirnya sebagai perantau,
berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau dari kampung dengan penuh
impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata
Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras
dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta,
pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan
profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian
ke lampu merah menjajakan dagangannya.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan
cita-cita dan impiannya. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong
jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan
Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi.
Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin,
berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga
Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad
diazamkan dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin
segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai
mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila
ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah
lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari
berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari
sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First
National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima
bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah
dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan
kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak
menampik pekerjaan. Diterimanyalah jabatan tersebut dengan sebuah cita-cita
yang tinggi. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa
disadarinya Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan
pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan
sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha
menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya
mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia
menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam
benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti
aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan
istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat
menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin
foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang
memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk
mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering
mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk
mengajarinya. Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan
tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas
mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai
Tukang Foto Kopi
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi
Houtman, tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya
Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun
melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun
menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun.
“bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff
dulu. “iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab.
“Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat
lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman diberi setumpuk
dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen
lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak
boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan waktu
berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat
berhati-hati sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar
mencap, tapi dia membaca dan mempelajari dokumen yang ada. Akibatnya Houtman
sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak
pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan
selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk
membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak
segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank
mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang
dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi
berita luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi
staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak
konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika
masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan
rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan
dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa
diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah
lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus
akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga
karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang
mengajarinya tentang istilah bank.
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor
Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya
berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah
diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan
salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator
bagi banyak orang.
0 komentar:
Posting Komentar